banner 728x90

GPPRI Bakal Siap Aksi Turun ke Jalan, Minta Bank Indonesia Tanggungjawab

Bengkulu, Delik Online– Bangunan cagar budaya Bubungan Tiga yang dihancurkan dan diubah menjadi lokasi parkir kendaraan oleh Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu kembali mendapat reaksi beragam. Pasalnya Gerakan Pemantau Pembangunan Republik Indonesia (GPPRI) dalam waktu dekat akan menggelar aksi turun ke jalan mendesak agar Bank Indonesia mau bertanggungjawab perihal tersebut.

“Sebelumnya kita memang sudah surati Bank Indonesia perihal terkait polemik dimasyarakat soal mempertanyakan kejelasan soal bangunan bubungan tiga yang dihancurkan diganti lokasi parkir. Tapi sampai saat ini belum ada balasannya dari mereka (Bank Indonesia). Namun yang jelas dalam waktu dekat ini kita akan siapkan aksi turun ke jalan,” tegas Merdeka Efrianto selaku Ketua GPPRI Provinsi Bengkulu, kepada media ini, Selasa (23/4/2024).

banner 728x90
Bang Jeep Lintang

Diketahui sebelumnya, hilangnya Bangunan Objek Yang Diduga Cagar Budaya Rumah Dr. Abu Hanafi Bubungan Tiga dijadikan lokasi parkir kendaraan oleh pihak Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu mendapat sorotan berbagai kalangan. Padahal bangunan itu telah didaftarkan oleh Walikota Bengkulu Ahmad Kanedi (Bang Ken) waktu itu, hingga diterbitkan Surat Keputusan (SK) Kemendikbud Nomor 120 Tahun 2009 teregister di Kemendikbud.

“Intinya kita hanya minta pihak Bank Indonesia Perwakilan Bengkulu harus menjelaskan kepada publik secara transparan serta bertanggungjawab secara hukum terlepas adanya alasan ketidak tahuan bahwa bangunan tersebut adalah Bangunan Objek Diduga Cagar Budaya, pastinya kelalaian ini mengakibatkan hilangnya salah satu bukti sejarah yang ada di Bengkulu,” beber Bang Jeep Lintang sapaan akrab Merdeka Efrianto.

Terpisah Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Bengkulu, Adang Parlindungan mengungkapkan, soal bangunan cagar budaya bahwa proses penetapan diawali dengan usulan pendaftaran Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) oleh Tim Pendaftaran Cagar Budaya kepada Tim Ahli Cagar Budaya untuk dikaji dan direkomendasikan sebagai benda / bangunan / struktur / situs / kawasan yang layak sebagai Cagar Budaya melalui Sidang Penetapan.

“Kemudian rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya tersebut, nantinya akan diserahkan kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan dengan Surat Keputusan sebagai Cagar Budaya,” jelasnya.

Adang Parlindungan

Sebagai implementasi dari UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, sambung Adang, Pemerintah telah menerbitkan Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya yang dapat diakses masyarakat luas melalui laman http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/.
“Laman ini diterbitkan dengan tujuan agar masyarakat luas dapat mendaftarkan penemuan benda-benda kuno atau bersejarah yang menarik untuk dapat ditingkatkan status menjadi CB. Sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 95 dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” Maka kewenangan (peringkat cagar budaya) ada di Pemkot Bengkulu. Namun memang perlu minta klarifikasi dari Bank Indonesia,” paparnya.

Hingga berita ini diturunkan, media ini masih terus mencoba konfirmasi dengan pimpinan Bank Indonesia Perwakilan Indonesia. Bahkan sampai saat ini surat minta klarifikasi konfirmasi yang  dilayangkan beberapa waktu lalu, belum ada balasan dari pihak Bank Indonesia.

Sementara contoh kasus terkait pembongkaran bangunan cagar budaya juga terjadi di Sumatera Barat Padang, bahkan mendapat sorotan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim bakal mengambil langkah atas pembongkaran bangunan cagar budaya yang merupakan tempat tinggal sementara Bung Karno di Padang, Sumatera Barat.

Nadiem menegaskan Kemendikbudristek telah dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk mencari solusi terbaik. Pihaknya sedang mempertimbangkan langkah hukum dan berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya.

“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya jelas mengamanatkan bahwa pemilik atau pihak yang menguasai sebuah bangunan cagar budaya bertanggung jawab akan kelestariannya,” ujarnya, dalam laman Kemdikbudristek, dikutip belum lama ini.

Tindakan pembongkaran rumah tersebut berdasarkan undang-undang merupakan tindakan melawan hukum. Pasal 105 UU Nomor 11 Tahun 2010 menyebut setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun.

Tempat tinggal sementara Presiden Sukarno yang dikenal sebagai Rumah Ema Idham itu ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah di Kotamadya Padang.

“Kami mendorong semua pihak untuk melestarikan bangunan cagar budaya dan menjaga memori kolektif sejarah bangsa,” pungkas Nadiem.(red)

banner 728x90
banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90
error: Content is protected !!